A. Definisi
“Manajemen perubahan yaitu suatu proses secara
sistematis dalam menerapkan pengetahuan, saran dan sumber daya yang diperlukan
untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses
tersebut”.[1]
“Change management is a systematic approach to
dealing with change, both from the perspective of an organization and on the
individual level”. Manajemen perubahan adalah pendekatan sistematis untuk
menghadapi perubahan, baik dari prespektif organisasi dan pada tingkat
individu.[2]
“Change management is an approach to
transitioning individuals, teams, and organizations to a desired future state”.
Manajemen perubahan alah sebuah pendekatan untuk transisi individu, tim, dan
organisasi untuk keadaan masa depan yang diinginkan.[3]
Dari definisi diatas menurut para ahli kami
menarik kesimpulan bahwa manajemen perubahan adalah sebuah pendekatan perubahan
yang akan memengaruhi pola piker atau etos kerja sebuah organisasi dan
individu.
a. Mahzab Perubahan
Mahzab perubahan adalah isitilah dari bahasa
Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan
seseorang baik konkret maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mahzab bagi seseorang
jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya, sedangkan perubahan adalah
hal (keadaan) berubah; beralih; atau pertukaran. Jadi mahzab perubahan adalah
jalan atau cara peralihan dari waktu ke waktu. Dalam hal ini kita membahas
mengenai manajemen perubahan, dn mahzab dari manajemen perubahan adalah sebagai
berikut :
· Manajemen
Tradisional
Manajemen tradisional adalah manajemen yang pada
mulanya berkembang secara alamiah yang berorientasi fisik. Siapa yang berkuasa
dialah yang menjadi pemimpin atau manajer. Manajemen ini berperinsip pada garis
keturunan.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Tidak sepenuhnya
menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja
2. Manajer mengalami
kesulitan-kesulitan dan frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti
pola-pola perilaku yang rasional.
· Manajemen
Klasik
Manajemen klasik timbul dari kebutuhan akan
pedoman untuk mengelola organisasi yang kompleks, misalnya sebuah pabrik.
Manajemen itu tidak dilahirkan, tetapi dapat diajarkan, asalkan prinsip-prinsip
yang ada mendasari dan teori umum manajemen dapat diterapkan. Menurut Fayol
(Robbins and Coulter, 1999) manajemen adalah sebuah kegiatan umum dari semua
usaha manusia dalam bisnis, pemerintahan, dan rumah tangga. Ia mengungkapkan
ada 14 prinsip manajemen yang merupakan kebenaran universal yang merupakan
prinsip umum manajemen, yaitu :
1. Pembagian Kerja
2. Otoritas
3. Tata Tertib
4. Kesatuan Komando
5. Kesatuan Arah
6. Subrodinasi
kepentingan-kepentingan individu terhadap kepentingan umum
7. Balas jasa
8. Sentralisasi
9. Hierarki
10. Tatanan
11. Kesamaan
12. Kemantapan para karyawan dalam
pekerjaan
13. Inisiatif
14. Semangat
Para ahli teori manajemen klasik dibatasi oleh
pengetahuan pada zamannya, namun banyak dari teori klasik itu tetap bertahan
sampai sekarang. Manajemen klasik masih diterima sampai sekarang karena membuat
pemisahankerja.
· Manajemen
Hubungan Manusiawi
Teori hubungan manusia adalah teori yang
menggambarkan cara-cara bagaimana manajer berhubungan dengan bawahannya. Aliran
ini muncul karena manajer mendapati bahwa pendekatan klasik tidak dapat dicapai
dengan keserasian sempurna. Masih terdapat kesulitan dimana bawahan tidak
selalu mengikuti pola tingkah laku rasional dan dapat diduga. Perlu ada upaya
untuk mengingatkan hubungan antarmanusia agar organisasi lebih efektif. Aliran
ini untuk memperkuat aliran klasik, yaitu dengan menambahkan wawasan social dan
psikologi.
Kalau “manajemen manusia” mendorong kerja yang
lebih baik dan lebih keras, itu berarti hubungan antarmanusia dalam organisasi
itu baik. Hawtorn studies mengatakan yang penting diperhatikan untuk
meningkatkan produktifitas adalah factor perilaku manusia dan social. Pekerja
akan bekerja lebih keras kalau mereka yakin bahwa supervisor member perhatian
kepada mereka. Menurut Hugo Munstenberg, produktifitas dapat ditingkatkan denga
3 jalan yaitu :
1. Menemukan orang yang
terbaik
2. Menciptakan kondisi
psikologis dan pekerjaan yang terbaik
3. Menggunakan pengaruh
psikologis untuk mendorong karyawan
· Manajemen
Modern
Manajemen modern adalah perluasan dari manajemen
ilmiah. Manajemen modern mulai berkembang sejak tahun 1940an dan banyak
menggunakan manajemen sains atau manajemen operasi sebagai pendekatan ilmu
manajemen yang banyak menggunakan ilmu matematika, dan fisika untuk memecahkan
masalah operasional. Tujuan dari manajemen sains adalah untuk memberikan
landasan kuantitatif dalam pengambilan keputusan (Gibson, Donelly. Ivancevich
1996) .
Dalam manajemen modern, konsep manajemen dibagi
menjadi :
1. Manajemen berdasarkan
hasil
2. Manajemen berdasarkan
tanggungjawab social
3. Manajemen berdasarkan
sasaran
4. Manajemen berdasarkan
pengcualian
5. Manajemen terapan [5]
b. Teori dan Model Perubahan
Perubahan-perubahan sosial akan terus
berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat.
Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur
geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut
dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Adapun
teori-teori yang menjelaskan mengenai perubahan sosial adalah sebagai berikut :
1. Teori Evolusi
Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan
yang memerlukan proses yang cukup panjang.
Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk
mencapai perubahan yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi.
Teori tersebut digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu unilinear
theories of evolution, universal theories of evolution, dan multilined
theories of evolution.
Ø Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan
masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan
tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan
akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert
Spencer.
Ø Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan
masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan
manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer,
prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari
kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.
Ø Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian
terhadap tahaptahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya
mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem
berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan.
Menurut Paul B. Horton dan Chester
L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat
perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Data yang menunjang
penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah rangkaian tahapan
seringkali tidak cermat.
b. Urut-urutan dalam
tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada beberapa kelompok
masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung menuju pada tahap
berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok
masyarakat yang justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh
teori ini.
c. Pandangan yang
menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya, ketika
masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya.
Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila perubahan memang
merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap urutan tahapan
perubahan akan mencapai titik akhir.
Padahal perubahan merupakan sesuatu yang
bersifat terus menerus sepanjang manusia melakukan interaksi dan sosialisasi.
2. Teori Konflik ( Conflict Theory )
Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau
konflik bermula dari pertikaian kelas antara kelompok yang menguasai modal atau
pemerintahan dengan kelompok yang tertindas secara materiil, sehingga akan
mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial
dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan
atau tetap adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan
hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik
berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh
yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan
Ralf Dahrendorf.
Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik
lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat
terus-menerus berubah.
b. Setiap komponen
masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat
biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan
tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh golongan yang lainnya.
3. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural
lag (kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis
untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara
unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur
kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya
tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi
adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut.
Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima
perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan.
Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat.
Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan
dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila
terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh
dari teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori
Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat
relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen
masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat
biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial
sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota
kelompok masyarakat.
4. Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan
sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun.
Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus
diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau
kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis
adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler (1880-1936)
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami
empat tahapan, yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut
oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat, bahwa setiap
peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses
siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
b. Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)
Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar
berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus
tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional, idealistis, dan
sensasi.
1) Kebudayaan ideasional,
yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap
kekuatan supranatural.
2) Kebudayaan idealistis,
yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supranatural)
dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat
ideal.
3) Kebudayaan sensasi,
yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan
hidup.
c. Teori Arnold Toynbee (1889-1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada
dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan akhirnya kematian.
Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah mengalami kepunahan kecuali
peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap kepunahannya.
Model Perubahan
o Model Perubahan Lewin
Kurt Lewin (1951) mengembangkan model perubahan
terencana yang disebut force field model yang menekankan kekuatan
penekanan.Model ini dibagi dalam 3 tahap,yang mengambil inisiatif,mengelola dan
menstabilkan proses perubahan,yaitu : unfreezing,changing,atau moving dan
refreezing.
· Pencarian
(unfreezing)
Pencarian merupakan tahap pertama yang focus
pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk membantu
perilaku dan sikap lama yang diinginkan organisasi.
· Changing
atau Moving
Changing atau moving merupakan tahap
pembelajaran dimana karyawandiberi informasi baru, model perilaku baru atau
cara baru dalam melihat sesuatu. Tujuannya adalah membantu karyawan dalam
mempelajari konsep atau titik pandang baru.
· Pembekuan
kembali (Refreezing)
Refreezing merupakan tahap dimana perubahan yang
terjadi distabilkan dengan membantu karyawan mengintergrasikan perilaku dan
sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal
ini dilakukan dengan member karyawan kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan
sikap baru.
o Model Perubahan Tyagi
Tyagi (2001) beranggapan bahwa model Lewin
tersebut tidak lengkap karena tidak menyangkut beberapa masalah penting. Proses
perubahan tidak hanya menyangkut perilaku SDM. Beberapa komponen system dalam
proses perubahan dimulai dengan :
Ø Adanya kekuasaan untuk melakukan
perubahan
Ø Mengnal dan mengdefinisikan masalah
Ø Proses penyelesaian masalah
Ø Mengimplementasikan perubahan dan
Ø Mengukur, mengevaluasi, dan
mengontrol hasilnya
o Model Perubahan Kreitner dan
Kinicki
Pendekatan system Kreitner dan Kinicki merupakan
kerangka kerja perubahan organisasional yang terdiri dari tiga komponen, yaitu
:
· Input
Merupakan masukan dan sebagai pendorong bagi
terjadinya proses perubahan semua organisasional harus konsisten dengan visi
dan misi. Didalamnya terkandung unsure masukan internal dan eksternal yang
keduanya memiliki kekuatan, kelemahan, dan tantangan.
· Target
elements of change
Mencermikan elemen didalam organisasi yang
dilakukan dalam proses perubahan. Sasaran perubahan diarahkan pada pengaturan
organisasi, penetapan tujuan, factor social, metode, design kerja dan
teknologi.
· Outputs
Merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu
perubahan.Hasil perubahan dapat diukur pada beberapa tujuan baik
pada tingkat organisasional,tingkat kelompok maupun tingkat individual
o Model Perubahan Burnes
Burnes (2000) mengemukakan tiga macam model
perubahan organisasional,yang dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan besaran
perubahan,yaitu:
· The
increamental model of change
Model ini berpandangan bahwa perubahan merupkan
suatu proses yang berlangsung secara bertahap. Perubahan dapat terjadi secara
bergantian pada masing-masing bagian dalam organisasi secara terpisah.
· The
punctuated equilibirium model
Model keseimbangan terpotong terjadi bila
aktivitas sehingga disebut periode equilibirium.
· The
continuous transformation model
Model transformasi berkelanjutan merupakan model
perubahan yang bertujuan untuk menjaga organisasi agar tetap survive dengan
mengembangkan kemampuan untuk mengubah dirinya secara berkelanjutan.
c. Pentingnya Manusia dalam Organisasi
Secara alamiah keberadaan suatu organisasi
karena didalamnya tedapat manusia melakukan pernanan berbeda-beda, demikian
pula karakteristik berbeda-beda pula antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada
manusia yang mempunyai persamaan dan perbedaan mutlak satu sama lain, tetapi
manusia dalam organisasi seringkali diperlakukan sama. Misalnya menetapkan
prosedur jam kerja, peraturan, uraian tugas dan semacamnya semuanya dalam
organisasi seringkali diperlakukan sama. Manusia dalam organisasi bertindak
sebagai kepala secara presentasi kegiatannya memang lebih banyak berpikir
ketimbang dengan bekerja. Dengan menggunakan tangan dan kakinya, dia akan lebih
banyak bekerja daripada berpikir.
Faktor individu manusia tidak hanya terbatas pada hasil kerjaan pemikiran,
tetapi juga memiliki rasa atau perasaan. Pimpinan organisasi yang baik adalah
apabila memiliki kemampuan memandang ke depan dan mempersiapkan diri untuk
meraihnya. Salah satu cara yang penting adalah melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan jenis dan bentuk tugas setiap anggota organisasi itu. Pendidikan
berorientasi kepada pembentukan dan kemahiran berkeja. Manusia dalam organisasi
memiliki peranan sangat penting karena kemajuan atau kemunduran suatu
organisasi sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas dan moralitas manusia
dalam organisasi bersangkutan. Kualitas manusia menentukan mutu luaran
organisasi tersebut. Kuantitas manusia menentukan kecukupan tenaga kerja yang
dibutuhkan. Apabila dalam suatu organisasi manusianya tidak memiliki moralitas,
ini merupakan wabah peyakit yang dapat menyerang organisasi dan akan
menyebabkan organisasi tersebut sakit atau bahkan mati. Pernan manusia sebagai
jiwa organisasi karena menentukan bubar tidaknya, bersekutu tidaknya manusia
itu dalam melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama. Manusia sebagai jasad
organisasi, karena kuat dan lemahnya suatu organisasi ditentukan oleh manusia
itu sendiri.
Roh atau jiwa maupun jasad organisasi merupakan
bagian yang sangat penting untuk menentukan panjang atau pendeknya umur suatu
organisasi. Sangat logis apabila dikatakan bahwa sepanjang jiwa dan dan jasad
sehat sepanjang itu pula organisasi akan sehat dan kuat. Tetapi apabila jiwa
atau roh dan jasad itu lemah maka sepanjang itu pula organisasi itu pula
organisasi itu sakit atau lemah, apabila tidak mendapat terapi secara tepat
maka tidak tertutup kemungkinan organisasi tersebut akan mati.
d. Perubahan Lingkungan dalam Organisasi
Perubahan-perubahan dalam lingkungan organisasi
dapat berwujud perkembangan teknologi, perubahan kondisi ekonomi dan politik,
perubahan kualitas dan sikap anggota, semakin pentingnya tanggung jawab sosial
organisasi, dsb. Pengelolaan perubahan secara efektif tidak hanya diperlukan
bagi kelangsungan hidup organisasi tetapi juga sebagai tantangan pengembangan.
Faktor-faktor yang menimbulkan atau menyebabkan perubahan, berasal baik dari
luar maupun dalam organisasi. Berbagai faktor dalam lingkungan eksternal yang
menentukan kemampuan organisasi untuk menarik sumber daya : sumber daya
manusia, dan bahan baku yang dibutuhkan atau untuk memproduksi dan memasarkan
barang-barang atau jasa-jasanya, menjadi salah satu kelompok kekuatan penyebab
perubahan. Berbagai faktor dalam lingkungan internal yang memengaruhi cara
organisasi melaksanakan kegiatan-kegiatannya, juga merupakan kelompok kekuatan
lain yang menyebabkan timbulnya perubahan.
[1] Wibowo,
Prof.Dr.SE “manajemen perubahan” 2008 diakes dari http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/manajemen-perubahan-wibowo-38197.html diakses
pada tanggal 29 September 2014 pada pukul 20:00
[3] Kotter,J
(July 12, 2011) “change management vs change leadership-what difference?”
Forbes online
Model perubahan Lewin
(1) Unfreezing
( pencairan )
(2) Changing/
moving ( perubahan / perpindahan )
(3) Refreshing
( Pembekuan kembali )
5 Kegiatan kontribusi dari manajemen perubahan
yang efektif
(1) Motivasi
perubahan
Dapat
ditimbulkan dari nggoa atau diri sendiri
(2) Menciptakan
visi perubahan
Ruang lingkupnya mulai dari CEO / Direktur. Perubahan dalam hal
ini biasanya dimulai dari CEO / Direkturnya.
(3) Membangun
dukungan politik
(4) Mengelola
transisi perubahan
(5) Mempertahankan
momentum perubahan
Pelaku perubahan
(1)
Legitimasi of change Para pelaku perubahan yg
resmi cth : presiden
(2)
Instigators of change Para pendorong / penganjur
timbulnya perubahan
(3)
Facilitators of change Para fasilitator perubahan
Karakteristik & ciri pelaku perubahan
(1)
Memiliki pemikiran yang inovatif
(2)
Selalu mencari hal-hal yang baru dan menantang
(3)
Perasaan ingin selalu melihat organisasi berkembang
(4)
Pandai berorganisasi
0 komentar:
Posting Komentar